View Full Version
Selasa, 27 Jun 2017

FSB Sebut Pelaku Pemboman Metro Petersburg Gunakan Aplikasi Telegram untuk Berkomunikasi

MOSKOW, RUSIA (voa-islam.com) - Badan keamanan Rusia FSB pada hari Senin (26/6/2017) mengatakan bahwa layanan pesan Telegram digunakan oleh orang-orang berada di balik pemboman metro Saint Petersburg, rentetan terbaru oleh pihak berwenang setelah mereka mengancam untuk memblokir aplikasi tersebut.

"Selama penyelidikan ke dalam serangan teroris 3 April di metro Saint Petersburg, FSB menerima informasi yang dapat dipercaya tentang penggunaan Telegram oleh pembom jibaku, kaki tangannya dan dalang mereka di luar negeri untuk menyembunyikan rencana kriminal mereka," kata FSB dalam sebuah pernyataan .

Lima belas orang tewas dalam pemboman jibaku tersebut, yang diklaim oleh Batalyon Shamilah Shamil yang sedikit diketahui, sebuah kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaidah.

Telegram adalah aplikasi perpesanan buatan Rusia yang memungkinkan orang bertukar pesan, foto dan video dalam kelompok hingga 5.000 anggota. Ini telah menarik sekitar 100 juta pengguna sejak diluncurkan pada tahun 2013.

Namun, layanan tersebut telah menuai kemarahan para kritikus yang mengatakan bahwa hal itu dapat membuat penjahat dan jihadis berkomunikasi tanpa takut dilacak oleh polisi, terutama ditujukan untuk penggunaan oleh pejuang Islamic State (IS).

FSB menuduh bahwa "anggota organisasi teroris internasional di wilayah Rusia menggunakan Telegram".

Aplikasi ini sudah mendapat serangan di Moskow setelah pengawas komunikasi negara Rusia pada hari Jum'at mengancam akan melarangnya, dengan mengatakan bahwa perusahaan di balik layanan tersebut gagal menyerahkan rincian perusahaan untuk pendaftaran.

Kepala eksekutif Telegram, Pavel Durov, yang sebelumnya menolak tunduk pada peraturan pemerintah yang akan membahayakan privasi pengguna, telah menyebut ancaman itu "paradoks" di salah satu akun media sosialnya.

Dia mengatakan itu akan memaksa pengguna, termasuk "pejabat tinggi Rusia" untuk berkomunikasi melalui aplikasi berbasis di Amerika Serikat seperti WhatsApp.

Pria berusia 32 tahun itu sebelumnya telah menciptakan situs media sosial VKontakte yang populer di Rusia, sebelum mendirikan Telegram di Amerika Serikat.

Durov mengatakan pada bulan April bahwa aplikasi tersebut "secara konsisten membela privasi pengguna kami" dan "tidak pernah melakukan kesepakatan dengan pemerintah."

Aplikasi ini adalah salah satu dari beberapa yang ditargetkan dalam tindakan keras oleh otoritas Rusia di internet dan di situs media sosial pada khususnya.

Sejak 1 Januari, perusahaan internet diharuskan menyimpan semua data pribadi pengguna di pusat data di Rusia dan memberikannya kepada pihak berwenang sesuai permintaan.

Rancangan undang-undang yang telah mendapat dukungan awal di parlemen akan menjadikan ilegal bagi layanan pesan memiliki pengguna anonim. (st/wb)


latestnews

View Full Version