View Full Version
Selasa, 09 Oct 2018

Utusan PBB: Myanmar Tidak Mau Menyelidiki Genosida Terhadap Muslim Rohingya

AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar mengatakan pemerintah Myanmar "tidak mau" untuk menyelidiki kekerasan yang disponsori negara terhadap komunitas Muslim Rohingya di negara itu, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengambil tindakan sebelum terlambat.

Pelapor Khusus PBB Yanghee Lee mengatakan dalam sebuah laporan yang diterbitkan di akun Twitter-nya pada hari Senin (8/10/2018) bahwa pemerintah Myanmar telah mengambil "langkah terbatas dan tidak memadai" untuk menyelidiki kekejaman terhadap Muslim Rohingya.

Tahun lalu, pasukan bersenjata Myanmar, yang didukung oleh kelompok ekstrimis Budha, melancarkan tindakan keras yang disponsori negara terhadap komunitas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Ribuan orang telah tewas dan lebih dari 700.000 orang Rohingya hanya selamat dengan melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, di mana mereka berkemah di pusat-pusat pengungsi yang penuh sesak dalam kondisi hidup yang mengerikan.

“[Myanmar] tidak mampu dan tidak mau melepaskan kewajibannya untuk melakukan investigasi dan penuntutan yang kredibel, cepat, menyeluruh, independen dan tidak memihak,” kata Lee.

PBB telah menyimpulkan bahwa kekejaman tersebut merupakan genosida.

Myanmar, bagaimanapun, telah secara terang-terangan tidak mau mengakui kekerasan itu. Bagaimanapun, bukti besar telah dikumpulkan oleh pengamat internasional, petugas medis, dan wartawan, meskipun pemerintah telah memblokir akses ke titik nol kekerasan, yaitu Rakhine.

‘Kasus harus diteruskan ke ICC segera’

Mengingat penolakan pemerintah untuk menahan diri bertanggung jawab atas kekejaman, Lee mendesak "masyarakat internasional untuk mengambil tindakan."

"Setiap penundaan dalam menegakkan keadilan hanya akan menghasilkan lebih banyak pelanggaran," ia memperingatkan, mengatakan bahwa PBB harus "merujuk situasi di Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) segera."

Pengadilan yang bermarkas di Den Haag telah mengatakan bulan lalu bahwa mereka telah membuka penyelidikan awal atas kejahatan militer. Myanmar bukan anggota pengadilan, tetapi keanggotaan Bangladesh, yang menampung puluhan ribu pengungsi Rohingya, merupakan dasar yang cukup untuk yurisdiksinya atas kasus ini.

Lee sendiri telah dilarang memasuki Myanmar sejak Desember tahun lalu, setelah kritik tajamnya atas perlakuan pemerintah terhadap Rohingya.

Dia telah meminta India untuk mengizinkan untuk bertemu pengungsi Muslim Rohingya di sana tetapi tidak mendapat tanggapan dari New Delhi. Diperkirakan 40.000 pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke India. (st/ptv)


latestnews

View Full Version