View Full Version
Selasa, 23 Mar 2010

Ulama Mesir Menolak Rancangan Undang Undang Aborsi

Akhirnya terbukti rancangan undang-undang kesehatan yang lagi digodok parlemen Mesir yang membolehkan Aborsi atas alasan kemiskinan mendapat penentangan dari para Ulama.

Para Ulama Mesir menolak rancangan undang-undang tersebut, jika disetujui parlemen, yang membolehkan aborsi dan sterilisasi perempuan atas alasan kesehatan dan ekonomi, dan mencap hal tersebut sebagai rancangan undang-undang yang anti-Islam.

Komite Kesehatan di Majelis Rakyat, majelis rendah Parlemen Mesir, Sabtu lalu telah menyetujui undang-undang pertanggung jawaban medis, yang mencakup sebuah pasal yang memberi kewenangan aborsi dan sterilisasi jika seorang wanita atas alasan kesehatan atau kondisi perekonomian yang membuatnya tidak layak untuk memiliki anak.

Para ulama dari al-Azhar, mencap hal tersebut sebagai hukum yang tidak islami dan berargumen bahwa prosedur semacam itu hanya bisa dilakukan dalam kasus-kasus darurat.

Kecuali kehidupan wanita dalam kondisi bahaya yang nyata, aborsi dan sterilisasi tidak boleh dilakukan dan dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, kata Dr Souad Saleh, guru besar Fikih Islam di Universitas al-Azhar.

"Hukum ini tidak Islami karena ini dianggap sebagai sebuah intervensi atas kehendak Tuhan," katanya kepada Al Arabiya. "Ini tidak boleh dilakukan kecuali jika benar-benar kondisi darurat."

Saleh dengan keras menolak tindakan aborsi dan sterilisasi atas alasan keuangan/ekonomi dan untuk hal ini ia lebih menyalahkan pemerintah.

"Daripada mengeluarkan undang-undang seperti itu, pemerintah harus menghapuskan kemiskinan dan menyediakan kesejahteraan bagi anak-anak miskin."

Hamid Abu Thalib, Dekan Fakultas Hukum Islam di universitas al-Azhar, sepakat dengan Saleh dan berpendapat bahwa siapa pun yang terlibat dalam undang-undang ini akan dianggap sebagai orang yang berdosa.

"Aborsi dan sterilisasi perempuan karena alasan kemiskinan ini jelas bertentangan dengan Islam," katanya kepada Al Arabiya. "Mereka yang merancang undang-undang serta orang-orang yang akan menerapkannya adalah orang berdosa."

Inkonstitusional

Abu Thalib menambahkan bahwa undang-undang baru tersebut tidak islami, namun juga tidak konstitusional karena adanya hubungan yang erat antara konstitusi dan hukum Islam.

"Menurut konstitusi, hukum Islam adalah sumber utama undang-undang negara dan karena rancangan undang-undang baru itu melanggar hukum Islam, berarti telah melanggar konstitusi."

Syaikh Ali Abul Hassan, mantan kepala komite fatwa al-Azhar, berpendapat bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk melakukan aborsi hanya bila hidupnya terancam. Kalau tidak, sama sekali hal tersebut dilarang dan tidak sah.

"Beberapa ulama bahkan telah membolehkan perempuan untuk menunda kehamilan jika mereka khawatir tentang keindahan tubuhnya, tetapi melakukan aborsi karena alasan kemiskinan menjadi sebuah pertanyaan besar," katanya kepada Al Arabiya.

Membela aborsi

Hamdi Al-Sayed, Kepala Komite Kesehatan dan ketua sindikat Dokter, membela undang-undang tersebut dan ia menyatakan bahwa hal itu diperlukan dalam kondisi keuangan saat ini.

"Banyak wanita tidak mampu untuk membesarkan anak-anak mereka," katanya saat diskusi tentang undang-undang itu di Majelis Rakyat. "Hal ini didasarkan pada laporan resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial."

Hamdi menjelaskan bahwa undang-undang baru memungkinkan aborsi dan sterilisasi di bawah kondisi tertentu. Menurut undang-undang baru, ada dua prosedur yang harus dilakukan yang membolehkan aborsi dan sterilisasi, harus mendapat persetujuan suami dan istri serta rekomendasi komite medis yang terdiri dari tiga dokter.

Dalam kasus aborsi karena alasan kesehatan, harus ada laporan tertulis dari dokter yang menyatakan bahwa wanita tersebut tidak bisa menjalani kehamilan karena kondisi kesehatannya atau ia memiliki penyakit bawaan yang dapat menyebabkan deformasi janin.

Dalam kasus kemiskinan, Departemen Sosial akan mengeluarkan laporan tentang situasi keuangan wanita itu atau keluarganya, sesuai dengan yang akan ditentukan apakah aborsi atau sterilisasi yang harus dilakukan. Jumlah anak-anak dari perempuan tersebut juga akan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan.(fq/aby)


latestnews

View Full Version