Schmidt Girls School, sekolah milik misionaris Jerman, di Yerusalem Timur memecat seorang guru perempuan--orang Palestina--Nadera Al-Nimmari pada bulan Mei kemarin. Pemberitaan mengenai kasus ini menyebutkan, Al-Nimmari dipecat karena mengenakan jilbab.
Cara sekolah itu memecat Al-Nimmari juga sungguh menyakitkan, kepala sekolah dan sekretarisnya membawa Al-Nimmari sampai ke gerbang sekolah dan mengatakan bahwa Al-Nimmari bisa mengajar lagi asalkan ia melepas jilbabnya. Al-Nimmari merasa dipermalukan dan dengan perasaan terluka ia meninggalkan sekolah, tidak mengerti apa sebenarnya yang terjadi.
Kasus ini menuai kecaman dan kemarahan masyarakat di Yerusalem Timur dan wilayah pendudukan. Apalagi organisasi induk sekolah tersebut, German Association of the Holy Land mengklaim bahwa sekolah yang mereka dirikan di Yerusalem Timur itu untuk menggalang dialog dan rekonsiliasi masyarakat dari berbagai latar belakang agama. Tapi kenyataannya, sekolah itu melarang seorang guru perempuan berjilbab, tindakan yang dinilai sebagai sikap fanatik dan ungkapan kebencian-meski tersamar- organisasi misionaris itu terhadap Islam.
Komunitas Muslim Palestina menganggap tindakan sekolah milik misionaris Jerman itu sebagai tindakan provokatif. Memecat seorang guru perempuan yang sudah menghabiskan separuh hidupnya untuk mengajar di sekolah itu hanya karena ia mengenakan jilbab, sama artinya mendeklarasikan perang terhadap Islam, setidaknya di dalam lingkungan sekolah.
Sejumlah siswa sekolah, baik yang Kriten maupun Muslim mempertanyakan pemecatan itu pada adminitrator sekolah, Nicolas Kirscher. "Mengapa lelaki ini (Nicolas) juga tidak meminta para biarawati untuk melepas jilbabnya seperti ia memerintahkan guru kami untuk melepas jilbab," tanya seorang siswa.
Nabil Zuheiman, orang tua yang dua anaknya sekolah di Schmidt Girls School menyebut pemecatan itu sebagai simbol pembunuhan terhadap suasana toleransi dan muti kultural di sekolah itu. "Saya menghormati identitas Katolik sekolah Schmidt, itulah sebabnya saya memutuskan untuk menyekolahkan dua anak perempuan saya di sana. Tapi keputusan kejam itu membawa sekolah tersebut kembali ke masa inkuisisi," kata Zuheiman.
Seorang ibu yang anaknya juga sekolah itu juga mengatakan bahwa pihak sekolah sudah menunjukkan pesan yang salah pada siswanya, yaitu ada diskriminasi di sekolah yang beebasis agama itu. "Saya ingin mengingatkan pada kepala sekolah bahwa Konvensi Jenewa keempat melarang diskriminasi atas dasar agama dan warga kulit. Tapi pihak sekolah telah menciptakan diskriminasi dan memecah belah antara Kristiani dan Muslim," kata ibu tadi.
Meski sekolah kristen, kebanyakan siswa di Schmidt Girls School--yang dibangun pada tahun 1886, pada masa Dinasti Turki Ustmani--adalah muslim. Tindakan sekolah memecat seorang guru hanya karena mengenakan jilbab adalah tindakan yang ceroboh. Warga muuslim Palestina, khususnya yang ada di Yerusalem Timur, berharap German Association of the Holy Land sebagai induk organisasi sekolah itu, segera memperbaiki kesalahannya. (ln/tpv.org/Isc)