Mahar nikah bagi pengantin wanita di Provinsi Ingushetia Rusia dinaikkan menjadi tiga kali lipat oleh pemerintah daerah wilayah tersebut, dalam sebuah tanda bagi umat Muslim wilayah Kaukasus Utara yang telah jauh di luar kendali Kremlin sehingga sebagian hukum syariah berlaku di wilayah itu.
Dengan latar belakang perlawanan kelompok Islamis yang bergolak, dan adanya kebangkitan Islam di Kaukasus Utara setelah pecahnya Uni Soviet hampir 20 tahun yang lalu telah membawa hukum syariah ke wilayah tersebut, dan dihormati oleh para pejuang Islam dan warga negara secara biasa.
Isu "kalym" - harga yang dibayar oleh laki-laki ke keluarga wanita yang dipilih untuk menikah - adalah contoh terbaru dari tren lebih luas yang dianggap oleh Kremlin bermasalah.
"Peningkatan kalym itu diputuskan oleh warga sendiri," kata pemimpin Ingushetia yang didukung Kremlin, Yunus-Bek Yevkurov, mengatakan kepada Perdana Menteri Vladimir Putin pada hari Selasa lalu.
Selama pertemuan mereka, Putin tampak khawatir saat ia mengatakan kepada Yevkurov bahwa kenaikan harga untuk pengantin tersebut tidak sesuai dengan inflasi yang terjadi di Rusia.
Putin menambahkan ia tidak yakin apakah praktek itu tersebar luas di wilayah Kaukasus dan Asia Tengah, dan merupakan praktek keagamaan umat Islam secara umum.
Pada konferensi para ulama Ingush dan para tetua minggu ini, yang dihadiri oleh Yevkurov, uang yang harus dibayar mempelai pria kepada pihak keluarga mempelai wanita meningkat dari 12.500 rubel ($ 401,9) menjadi 40.000 rubel ($ 1.286), kata pemerintah setempat pada website resmi mereka ingushetia.ru.
"Sudah saatnya untuk menaikkan tarif, dan kenaikan biaya kalyn/mahar tersebut merupakan tanggung jawab pengantin pria," kata pernyataan di situs tersebut.
Dalam Islam, pihak pengantin perempuan berhak untuk mengajukan atau meminta mahar yang tinggi kepada calon pengantin pria, dan hal tersebut dibolehkan namun sebaik-baik mahar adalah yang tidak memberatkan calon pengantin pria.
Waspada terhadap bahaya separatisme setelah dua perang berdarah dengan Chechnya sejak pertengahan tahun 1990-an, Kremlin telah mengawasi serta khawatir dengan penerapan sebagian ajaran Islam di wilayah ini.
Poligami, ilegal menurut hukum Rusia, namun oleh pemerintah daerah di wilayah tersebut hal itu malah didorong untuk dilakukan.
Bulan lalu kelompok HAM menyalahkan polisi karena melakukan serangan paintball kepada wanita Chechnya karena tidak mengenakan jilbab, dan beberapa waktu yang pejuang Islam di Ingushetia telah menembak mati pekerja kios yang menjual vodka.
Dan hal-hal diatas yang dianggap Kremlin merupakan benih-benih kebangkitan Islam di Ingushetia.(fq/abc)