Pemimpin ormas Islam di Belgia, Syaikh Abu Imran mengecam larangan burka yang diberlakukan di Prancis dan menyerukan Carla Bruni--istri Presiden Prancis Nicolas Sarkozy--untuk bertobat, masuk Islam dan mengenakan cadar.
"Kami datang untuk berdakwah. Dakwah kami ditujukan untuk Carla Bruni. Kami menyerukan Carla Bruni untuk menjadi seorang muslim, untuk bertobat, bergabung dengan masyarakat Islami, dan mengenakan jilbab ..."
"Saya meminta pada Allah untuk membimbing Carla Bruni, mengubahnya menjadi seorang muslim yang mengenakan cadar, agar Sarkozy melihat cadar di rumahnya, di dalam keluarganya sendiri. Semoga Allah mengabulkan," kata Syaikh Abu Imran, ketua Sharia4Belgium, dalam pernyataannya yang dirilis pada 3 April 2011.
Ia membuat pernyataan itu sebagai respon atas undangan organisasi Jama'at Tauhid yang menyerukan agar kaum Muslimin di Prancis, maupun pemuka agama Islam di Eropa untuk berpartisipasi dalam aksi protes yang akan digelar pada 9 April di Paris, untuk menolak diberlakukannya larangan burka.
Dalam pernyataannya, Syaikh Abu Imran menyebut Presiden Prancis Nicolas Sarkozy "musuh Allah, anjing orang Romawi, anak orang kafir."
"Kami sedang dalam perjalanan ... Kami akan datang dengan bom-bom nuklir 'Allahu Akbar', dan akan memancangkan bendera-bendera bertuliskan 'tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah'. Kami akan datang untuk merebut kembali tanah yang menjadi milik kami, untuk memurnikannya dari orang-orang kafir, " ujar Syaikh Imran dalam pernyataannya yang dimuat tv online Middle East Media Research Institute.
Ia juga menyatakan dukungannya terhadap penolakan larangan burka di Prancis, dan mengajak kaum Muslimin di Prancis untuk berpartisipasi dalam aksi protes yang digelar Jama'at Tauhid di Place de la Nation di Paris.
Namun aksi protes itu digagalkan oleh kepolisian Paris, yang menangkap puluhan orang termasuk seorang da'i asal Inggris, Anjem Choudary dan aktivis Sharia4Belgium, Fuad Belkacem. Pemerintah Prancis juga megeluarkan perintah agar mengusir kedua da'i tersebut dan melarang mereka masuk ke negara Prancis secara permanen. (ln/IE)