View Full Version
Jum'at, 10 May 2013

Topeng dan Slogan Perlawanan Makin Tersingkap


 
Ahmadinejad, Bashar al Asaad dan Hasan Nasrullah
 

Jum'at, 10 Mei 2013

Oleh: Musthafa Luthfi
 
SERANGAN angkatan udara (AU) Israel ke Suriah Ahad pagi (05/05/2013) masih menjadi topik hangat laporan media Arab dan bahasan sejumlah analis serta pengamat kawasan hingga saat ini. Hal ini berkaitan dengan dugaan adanya kepentingan bersama antara negeri Zionis itu dengan rezim Suriah dibalik serangan di ibu kota Damaskus tersebut.

Adapun dugaan bahwa aksi Israel tersebut semakin membuka peluang bahwa krisis di negeri Syam itu akan meluas ke negara-negara lain di kawasan termasuk negeri Zionis itu, menurut banyak pengamat Arab hanya isapan jempol semata. Pasalnya rezim Suriah demikian pula sekutunya Iran, dipastikan tidak akan melakukan serangan balasan secara langsung yang dapat mengobarkan perang regional yang dikhawatirkan.

Bila melihat ke belakang, serangan Israel atas Suriah telah sering dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, namun balasannya hanya sebatas pernyataan klise yang sudah begitu melekat di telinga publik Arab yakni “Suriah berhak melakukan balasan pada waktu dan tempat yang tepat”. Namun kenyataannya hingga serangan terakhir itu, tidak satu peluru atau roket pun yang diluncurkan ke negeri itu baik dari Suriah maupun sekutunya, Iran.

Serangan pada Ahad pagi itu menurut laporan intelijen menargetkan rudal-rudal milik Iran yang diperuntukkan khusus bagi kelompok Hizbullah Libanon, yang belum lama ini terlibat langsung membantu rezim Suriah berperang melawan oposisi. Akibat serangan tersebut, sejumlah ledakan berantai mengguncang Damaskus, ibu kota negara itu yang lebih dari dua tahun ini dilanda perang saudara.

Aksi militer negeri Zionis itu merupakan serangan udara kedua dalam sepekan terakhir, dan yang ketiga kali dalam tahun ini dengan tujuan yang sama yakni menggagalkan jatuhnya senjata stategis dan non konvensional (kimia dan biologi) ke tangan kelompok yang tidak bersahabat kepada Israel baik dari kubu oposisi maupun sekutu rezim Assad semisal Hizbullah.
 
Karenanya, dugaan serangan terakhir Israel tersebut akan mengundang simpati publik Arab terhadap rezim Assad dan mempersuit posisi oposisi bersama negara-negara kasawan pendukungnya, adalah dugaan yang bukan pada tempatnya. Israel di satu pihak melakukan serangan bukan bertujuan untuk mempercepat kejatuhan rezim, tapi semata-mata untuk melindungi keamanan dan kepentingannya.

Negara Zionis itu sangat berkepentingan terhadap berlarut-larutnya krisis Suriah hingga negeri itu hancur secara militer dan ekonomi, bahkan berharap terpecah menjadi negara-negara kecil sektarian. Kehancuran Suriah apalagi terbagi-baginya menjadi negeri kecil sesuai peta golongan, akan menguntungkan Tel Aviv untuk jangka panjang ke depan sehingga dapat memperkuat posisinya terkait masa depan ``perdamaian`` Arab-Israel.
Di lain pihak, rezim Assad yang masih mampu bertahan dengan dukungan langsung dua sekutu utamanya, Iran dan Hizbullah yang terjun langsung melawan Jaishul Hurr (Tentara Kebebasan) dari oposisi, memanfaatkan serangan itu untuk memperkuat argumen sebelumnya, bahwa upaya menjatuhkan rezim adalah bagian dari upaya menghentikan perlawanan terhadap penjajah Israel.

Argumen tersebut bisa saja dapat mengelabui sebagian publik Arab seandainya serangan balasan segera dilakukan meskipun bersifat terbatas, namun balasan ini hampir dipastikan tidak akan dilakukan. "Siapa pun akan yakin tanpa perlu memiliki pengetahuan mendalam tentang masalah politik Suriah bahwa rezim tidak akan membalas serangan Israel secara langsung," papar Farouq Yusuf, analis Arab, Rabu (08/05/2013).

Damaskus sebenarnya sangat berharap serangan itu memunculkan kembali simpati publik Arab terhadap  Assad sehingga dapat leluasa melakukan segala cara baik dengan menggunakan senjata pemusnah massal atau bala bantuan besar-besaran dari Iran dan Hizbullah untuk menumpas perlawanan oposisi yang dianggap mengusung agenda Israel dan al-Qaeda yang selalu didengungkan rezim.

Tapi simpati yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang, apalagi ancaman serangan balasan tak kunjung dilakukan. Dari krisis yang telah berlangsung dua tahun lebih itu, publik Arab sepertinya sudah berhasil membuka topeng rezim dan sekutu-sekutunya yang menjadikan slogan ``perlawanan`` terhadap Israel hanya sebatas alat meraih simpati publik.

“Dua tahun lebih aksi pembantaian terhadap rakyat tak berdaya menyebabkan puluhan ribu nyawa melayang berhasil menyingkap tabir kebohongan dalam sejarah bangsa Arab tentang perlawanan terhadap Israel. Perlawanan dimaksud tidak pernah ditujukan untuk melawan Israel, tidak pula untuk membela Palestina, tapi sedikit orang yang sadar akan hal ini dan sebagian besar terpedaya,” kesimpulan sejumlah analis Arab.

Tak terpengaruh

Kesimpuan sejumlah analis Arab tersebut banyak benarnya bahkan serangan terakhir Israel itu semakin menyingkap bahwa slogan perlawanan terhadap Israel hanya topeng semata. Ibarat sebuah permaianan, mayoritas publik Arab sudah tak terpengaruh lagi setelah mereka sadar bahwa beberapa peperangan selama ini hanya sebuah ``permainan`` atau ``sandiwara`` yang dilakoni pihak-pihak berkepentingan di kawasan untuk mengusung kepentingan masing-masing.

Adapun slogan untuk membebaskan Palestina tak lebih sekedar konsumsi publik untuk mendapatkan simpati bagi kelanjutan petualangan mereka, agar publik lupa dengan masalah sesungguhnya yang dihadapi bangsa Arab yakni hilangnya solidaritas Arab dan merajalelanya pemerintahan korup serta diktator. Memang sejak Israel terbentuk pada Mei 1948, isu Palestina selalu laris dijual ke publik untuk mengalihkan perhatian mereka atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa Arab.

Krisis Suriah telah membuka mata publik akan petualangan tersebut setelah mereka dapat melihat langsung bagaimana gigihnya Iran dan Hizbullah membela rezim dengan dalih yang sama yakni mempertahankan rezim Arab satu-satunya yang masih membela perlawanan terhadap Israel. Tapi topeng telah tersingkap lebar hingga dalih tersebut sudah tidak berpengaruh sama sekali.

Bahkan saking muaknya dengan slogan kosong tersebut, sebagian publik menyatakan gembira atas serangan tersebut dengan harapan akan menyusutkan kemampuan militer rezim hingga mempercepat kajatuhannya. Tentunya sikap ini juga kurang tepat, karena serangan itu hanya untuk kepentingan Israel sendiri bukan dalam kapasitas untuk segera menjatuhkan rezim atau membela oposisi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.
 
Tampaknya tepat arahan sebagian pengamat dan penulis Arab kepada publik bahwa tidak perlu mendukung salah satu diantara mereka sebab masing-masing pihak berkepentingan atas serangan tersebut. Israel melakukan serangan ke target yang telah diperhitungkan bakal berpotensi mengganggu keamanannya, sedangkan rezim berkepentingan agar serangan ini dijadikan dalih baru untuk melanjutkan pembantaian.
 
Sudah cukup jelas indikasinya bila serangan itu adalah bagian dari "permainan" pihak-pihak berkepentingan. Diantara indikasi tersebut adalah sikap Iran misalnya yang agak sedikit hati-hati melakukan reaksi, kemudian Hizbullah memilih diam dan tidak sebagaimana biasanya yang langsung mengancam melakukan balasan ketika Israel menyerang Libanon, negara kecil yang tidak memiliki pertahanan udara.
 
Sebagian pengamat menyebutkan bahwa serangan tersebut sebagai pesan kepada rezim agar tidak lengah terhadap kemungkinan senjata pemusnah massal jatuh ke tangan ``pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab`` yang dapat membahyakan negeri Zionis itu. ``Israel masih menginginkan rezim tetap kuat agar bisa mengamankan senjata-senjata pamungkas tersebut hingga batas waktu tertentu saat negeri Zionis itu mampu menyelamatkannya,`` papar sejumlah pengamat.
 
Dugaan ini juga logis, sebab dapat dibuktikan dari target serangan yang sangat terbatas yang sama sekali tidak menyentuh kemampuan tempur pasukan rezim, tidak pula menargetkan pasukan elit rezim maupun pasukan yang sedang bertempur melawan Tentara Kebebasan. Paling tidak itulah salah satu bentuk kesefahaman kedua belah pihak (Israel-rezim Suriah) hingga saat ini untuk melindungi kepentingan masing-masing.
 
Target lain

Di balik sandiwara serangan tersebut dan kemungkinan telah terjalinnya kesefahaman dua pihak, tetap tidak menutup kemungkinan adanya target lain yang sesungguhnya ingin dicapai oleh Isreal sendiri dari aksi militer ini. Dari jalannya serangan dan target serangan kali ini, memang pantas diduga adanya target lain dari negeri Zionis itu.
 
Dugaan pertama adalah, serangan tersebut dijadikan sebagai sarana ujicoba senjata baru sebagaimana kebiasaan negeri Zionis ini saat melakukan invasi di Libanon dan Gaza. Bom canggih yang digunakan buatan AS dan dilaporkan sangat akurat untuk menyerang depot penyimpanan rudal jenis Fateh 110 buatan Iran yang diperuntukkan bagi Hizbullah.
 
Dalam situasi kacau di Suriah, Israel ingin memanfaatkan negara tersebut sebagai arena ujicoba senjata mutakhir AS untuk mengetahui daya hancurnya dan kemampuan menembus pangkalan bawah tanah yang cukup dalam. Sebagian analis militer melihatnya sebagai salah satu persiapan menghadapi kemungkinan aksi militer terkait program nuklir Iran.
 
Dugaan lainnya, untuk menguji efektivitas pertahanan udara Suriah dan kemampuannya untuk menghadang serangan rudal. Pasalnya, telah lama pakar militer negeri Yahudi itu menyatakan kemampuan negaranya menembus pertahanan udara musuh dengan pesawat tempur yang terbang rendah untuk menyerang dari jarak cukup jauh untuk lebih mengakuratkan target serangan.
 
Belum ada konfirmasi dari pihak independen apakah target serangan tersebut mencapai sasarannya. Ujicoba ini, juga sebagai salah satu bentuk persiapan aktual tentang strategi serangan mendatang terhadap target Hizbullah di Libanon Selatan baik Hizbullah memiliki sistem pertahanan udara dengan rudal darat ke udara maupun tidak.
 
Berbagai dugaan tersebut besar kemungkinannya benar mengingat negeri Zionis ini sangat lihai memanfaatkan situasi kawasan untuk kepentingan keamanannya. Namun yang perlu dicatat dari serangan terakhir ini adalah makin tersingkapnya topeng dan slogan kosong perlawanan yang selalu didengungkan oleh Suriah dan sekutu-sekutunya selama ini.*/Sana`a, 29 J. Thani 1434 H

Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Yaman

Red: Cholis Akbar


latestnews

View Full Version