Palembang (voa-islam.com) – Kegiatan keagamaan umat kristiani di Gereja GSJA Kasih Karunia, Kelurahan Kuto Batu,Kecamatan Ilir Timur (IT), Palembang, terpaksa dihentikan sementara.
Camat IT II Eka Juarsah menuturkan, penutupan kegiatan keagamaan kristiani yang melakukan peribadatan pendalaman kitab Injil, doa, latihan musik rohani setiap Minggu dan seterusnya sangat beralasan.
Menurut Eka, dalam rapat muspika di Kantor Kecamatan IT II yang dihadiri Kapolsek IT II, MUI Sumsel, dan FPI, pihak kecamatan telah menerima laporan aparatur Kelurahan Kuto Batu dan Ketua RT 21 terkait adanya praktik keagamaan layaknya kegiatan peribadatan di gereja umumnya, tetapi tidak mencantumkan plang gereja. Eka menjelaskan, umat Gereja GSJA Kasih Karunia yang beranggotakan 50 orang ini berbeda dengan umat kristiani umumnya.
...“Mereka hanya sekelompok kecil yang tidak bergabung dengan kegiatan peribadatan kristiani di gereja umumnya. Mereka hanya berkelompok sendiri, padahal hanya berjarak 200 meter dari lokasi praktik kelompok GSJA, berdiri gereja yang biasa dimanfaatkan umat kristiani umumnya di lingkungan Kecamatan IT II untuk beribadah,” ungkap Eka...
“Mereka hanya sekelompok kecil yang tidak bergabung dengan kegiatan peribadatan kristiani di gereja umumnya. Mereka hanya berkelompok sendiri, padahal hanya berjarak 200 meter dari lokasi praktik kelompok GSJA, berdiri gereja yang biasa dimanfaatkan umat kristiani umumnya di lingkungan Kecamatan IT II untuk beribadah,”ungkap Eka.
Setelah mendapatkan laporan masyarakat dan aparatur pemerintahan setempat, pihak kecamatan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi rumah digunakan 50 umat kristiani tersebut.“ Benar ternyata plang gereja tidak ada, tetapi di rumah terpajang spanduk bertuliskan Gereja GSJA,”kata dia.
Menurut Eka, hasil sidak menunjukkan Gereja GSJA Kasih Karunia tidak memiliki atau mengamanatkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8/2006 (PBM No 9 dan 8/2006).
Eka menambahkan, sesuai peraturan bersama tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama diatur tentang pendirian rumah ibadat.
“Diatur dalam Pasal 18 dan 19 ketertiban, kenyamanan, dan sinergitas kegiatan beribadah menjadi perhatian penting jajaran pemerintahan setempat, berarti masuk ranah pengawasan pemerintah kecamatan, kepolisian (polsek), MUI Sumsel,” ungkap dia.
Kapolsek IT II AKP Surachman menegaskan,tidak ada unsur melecehkan atau mendiskreditkan salah satu agama yang bertujuan baik. “Tetapi, sudah menjadi tugas kami aparat kepolisian jika terjadi gejolak di masyarakat untuk mencari solusi dan meminimalisasi terjadinya chaos antarkelompok,” tegasnya kemarin.
Surachman menambahkan, pihak kecamatan, kepolisian, MUI Sumsel, dan FPI Sumsel tidak memusuhi umat GSJA. “Tetapi, alasan penutupan didasari pertama muncul keresahan di masyarakat,kemudian GSJA sendiri tidak memiliki izin sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8/2006 (PBM No 9 dan 8/2006) tentang Pendirian Rumah Ibadat,” ungkapnya.
Sementara itu,Wakil FPI Sumsel Ustad Mahdi meminta pendeta Gereja GSJA Kasih Karunia untuk menutup seluruh aktivitas keagamaan yang diketuai Pendeta Sisanto karena dinilai sangat meresahkan masyarakat.
“Kita berharap pihak GSJA mau menutup sementara aktivitas entah itu keagamaan, kerohanian, atau apalah namanya karena masyarakat sudah mulai tidak sabar dan hendak mengambil tindakan,” ungkapnya kemarin.
Menanggapi hal itu, Pendeta GSJA Sisanto menyepakati untuk menutup dan menghentikan seluruh aktivitas keagamaan, meski sebelumnya meminta agar pihak terkait mau memberikan waktu agar dirinya berkoordinasi terlebih dahulu kepada 50 umat binaannya. “Tetapi, karena sangat mendesak kegiatan keagamaan, kerohanian yang menjadi hamba Tuhan Yesus Kristus,kami tutup,”ungkap dia. (Ibnudzar/SI)