View Full Version
Kamis, 24 Apr 2014

Agar Syari'at Islam Bisa Tegak Sempurna, Umat Islam Harus Melek Politik

BANDUNG (voa-islam.com) – Berbagai macam problematika yang terjadi di Indonesia, khususnya yang menimpa kaum Muslimin, mulai dari merebaknya aliran-aliran sesat seperti Ahmadiyah dan Syi’ah, kemudian pelarang penggunaan jilbab bagi kaum Muslimah di Polisi Wanita (Polwan) dan para pelajar di Bali, beberapa wilayah Indonesia yang kepala daerahnya dipimpin oleh seorang non-muslim, serta berbagai hambatan dalam rangka penegakan syari’at Islam secara sempurna, hal ini karena politik tidak berada di tangan kaum Muslimin.

“Ini gara-gara politik tidak berada di tangan umat Islam ditangan kita, dan tidak melek politik” kata KH. Colil Ridwan beberapa waktu lalu saat menyampaikan orasinya dalam acara Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syi’ah di Masjid Al Fajr, Cijagra, Bandung.

Ini juga lah yang memicu KH. Cholil Ridwan membuka Pengajian Politik Islam (PPI) di Masjid Al-Ahzar, Jakarta. Dirinya mengajak kepada kaum Muslimin di Indonesia, mulai dari orang-orang awam sampai dengan kiayi, dan ulamnya untuk mengkaji kembali politik Islam, misalnya dengan mengkaji kitab Ahkamu Sulthaniyah dari Imam Al-Mawardi, As-Syiyasah Syar’iyyah dari Ibnu Taimiyah, dan Muqaddimah dari Ibnu Khaldun.

“Ratusan tahun yang lalu ada kitab yang membicarakan politik Islam, tapi kita tidak pernah buka, tidak pernah baca, dan tidak pernah kaji, sehingga umat Islam buta politik, bukan hanya orang awam, kiyai banyak yang buta politik Islam” ujarnya dihadapan ribuan kaum Muslimin di Masjid Al-Fajr, Bandung.

KH. Cholil Ridwan yang merupakan Ketua MUI Pusat dan Sesepuh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengatakan, sekarang ini ulama juga banyak yang buta politik Islam, tidak ada yang berani bicara politik di dalam masjid.

“Padahal sunnah Rasulullah yang paling besar adalah bicara politik dari masjid, memimpin negara, pemerintahan dari masjid” serunya.

. . . sekarang ini ulama juga banyak yang buta politik Islam, tidak ada yang berani bicara politik di dalam masjid. . .

Menurutnya lagi, pada masa Khulafa Rasyidin, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman, dan Ali, tidak pernah berani membangun kantor, membangun istana, di luar masjid, karena Rasulullah tidak pernah buka kantor di luar masjid, mereka semua berkantor di masjid, pertemuan di masjid, rapat di masjid.

“Baru zaman Muawiyyah membikin bid’ah baru, yaitu membangun istana dipisahkan masjid” paparnya.

Inilah yang disebut oleh KH. Colil Ridwan, ada sunnah Rasulullah yang sangat fenomenal dan besar ditinggalkan dan diabaikan oleh umat, termasuk ulama.

“Sehingga masalah politik kita terseok-seok walaupun kita ini mayoritas, karena kita meninggalkan politik” tegas Wakil Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Seluruhh Indonesia. [PurWD/Adi/voa-islam]


latestnews

View Full Version