View Full Version
Jum'at, 15 Aug 2014

Berakhirnya Satu Dekade Rezim SBY yang Korup, dan Sesatnya ISIS

JAKARTA (voa-islam.com) - Sesudah satu dekade rezim SBY akan berakhir? Tentu, catatan dan paling penting satu dekade rezim SBY ini, hanyalah sebuah rezim yang penuh dengan korupsi. Begitu korupnya rezim SBY.

Bahkan, sebagian besar elite Partai Demokrat, terlibat korupsi. Inilah sebuah malapetaka bagi negara Indonesia. Di tengah-tengah kemiskinan rakyatnya yang sangat akut. Semboyan "Katakan Tidak Pada Korupsi", justru semboyan itu mereka langgar.

Tetapi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika  memberikan pidato kenegaraan terakhir di gedung DPR berbicara tentang keberhasilan diberbagai bidang dan sektor, selama pemerintahannya,  Jumat (15/08).

Pidatonya itu, berisi tentang klaim yang berisi keberhasilan pemerintahannya hingga permintaan maaf atas kesalahan dirinya.

"Ini terakhir kalinya saya berpidato di tempat yang terhormat ini sebagai presiden," kata Presiden SBY di bagian terakhir pidatonya, yang kemudian disambut tepuk tangan peserta sidang bersama DPR dan DPD. Ini merupakan pidato kenegaraan SBY yang kesepuluh kalinya di hadapan anggota DPD/DPR semenjak dia terpilih sebagai Presiden Indonesia pada 2004 silam.

Dalam bagian akhir pidato yang berjalan sekitar 60 menit itu, Presiden Yudhoyono mengatakan, selama menjadi presiden: "Saya tidak pernah semenit pun tergoda untuk melanggar sumpah jabatan dan amanat rakyat", ucapnya.

Di hadapan peserta sidang menyambut HUT Kemerdekaan Indonesia itu, SBY juga menyampaikan apa yang disebutnya sebagai "refleksi pribadi".

Salah-satunya, menurut SBY, adalah pentingnya menjaga apa yang disebutnya sebagai "ke-Indonesia-an".

"Tidak ada gunanya makin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamenteal dan terbaik dari bangsa kita yaitu Pancasila, Bhineka tunggal Ika, semangat persatuan, toleransi, pluralisme, kesantunan dan kemanusiaan," katanya.

Menurutnya, ke-Indonesia-an harus dipertahankan secara mati-matian.

"Karena itulah, pemerintah dengan tegas menolak penyebaran faham sesat ISIS di tanah air, karena bertentangan dan berbahaya bagi jati diri kita," katanya.

"Indonesia adalah negara ber-Ketuhan-an, bukan negara agama," tegasnya yang kemudian disambut tepuk tangan peserta sidang.

Meminta maaf pada rakyat

Di ujung pidatonya, Presiden SBY secara terbuka menyatakan permintaan maaf kepada rakyatnya selama menjadi Presiden semenjak 2004 lalu.

"Tentunya dalam 10 tahun, saya banyak membuat kesalahan dan kekhilafan dalam melaksanakan tugas," katanya dengan nada bergetar.

Kemudian dia melanjutkan: "Dari lubuk hati yang terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan itu".

"Meskipun, saya ingin selalu berbuat terbaik, tetapi saya tetap manusia".

Sementara itu, sebagian besar materi pidato SBY berisi tentang klaim keberhasilan pemerintahannya selama 10 tahun terakhir, terutama di bidang politik, ekonomi, dan hukum.

Presiden SBY mengatakan, saat ini ditandai politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan persatuan nasional yang semakin kokoh.

Di bidang penegakan hukum, SBY mengatakan, pemerintahannya berhasil dalam upaya memberantas korupsi.

Pertumbuhan ekonomi

Selama pemerintahannya, menurutnya, dirinya telah menandatangani 176 izin pemeriksaan kepala daerah dan pejabat yang diduga melakukan korupsi. "Tanpa melihat jabatan, apa latar parpol dan siapa koneksinya," kata Presiden memberi contoh.

Dalam pidatonya, Presiden juga menyebut keberhasilan pemerintahannya saat penandatangan perdamaian RI-GAM dan penerapan otonomi khusus serta upaya rekonsiliasi politik di Papua.

Secara panjang-lebar, Yudhoyono juga mengungkap apa yang disebutnya sebagai keberhasilan dalam pembangunan ekonomi, yang antara lain ditandai rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,9 persen pada periode 2009-2013.

"Ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi AS, Eropa dan Jepang pada kurun waktu yang sama," ungkapnya.

Presiden juga menyoroti apa yang disebut sebagai keberhasilan pemerintahannya dalam persoalan utang negara sehingga " dalam situasi yang lebih aman".

"Pada puncak krisis 1998, rasio utang pada PDB sekitar 85 persen... Dengan susah payah kita bisa turunkan menjadi 23 persen," katanya.

Sekalipun, SBY bisa mengklaim tentang berbagai keberhasilan di segala bidang dan sektor, tetapi tidak bisa dinafikan adanya kesenjangan yang semakin lebar antara kaya-miskin.

Indek gini terus meningkat, bahkan sudah sampai lampu merah. Lebih 40 persen. Di mana angka pertumbuhan orang-orang kaya begitu cepat, sementara orang-orang miskin bertambah banyak. Itulah satu dekade rezim SBY.

Indonesia makin terpuruk dengan beban utang yang menggunung, asset dan kekayaan alam, sumber daya alam dikuasai asing, asset negara juga jatuh ke tangan asing. Indonesia dibawah cengkeraman 'Asing dan A Seng', sementara kaum pribumi menjadi budak mereka. [jj/dbs/voa-islam.com] 


latestnews

View Full Version