KABUL (voa-islam.com): Empat prajurit NATO tewas di Afganistan akhir pekan ini, termasuk dua di antaranya terkait dengan ofensif anti-Taliban dalam Operasi Mushtarak, demikian diumumkan aliansi itu, Minggu.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengatakan, dua prajurit tewas Sabtu dalam insiden di Marjah dan Afghanistan timur.
Seorang diantaranya gugur akibat terkena ledakan bom saat menjalankan operasi ofensif di daerah Marjah dan seorang lagi di daerah Afghanistan timur akibat tembakan.
Dua prajurit lainnya gugur Minggu akibat "tembakan tidak langsung" selama Operasi Mushtarak dan akibat ledakan bom di wilayah selatan, kata Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Namun persetukuan militer Barat itu tidak menyebutkan kewarganegaraan prajurit-prajurit yang tewas itu sesuai dengan kebijakan mereka.
Sebanyak 14 prajurit NATO tewas selama Operasi Mushtarak yang dimulai pada 13 Februari.
Dengan kematian terakhir itu, menurut situs icasualties.org, jumlah korban tewas prajurit asing di Afghanistan sejak awal tahun ini menjadi 93.
Di Afghanistan selatan, marinir AS saat ini memimpin 15.000 orang prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak untuk menumpas kelompok perlawanan Taliban.
Misi itu dimulai menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand.
Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban yang melancarkan serangan-serangan dan memasang bom di jalan, bangunan dan pohon.
Presiden Hamid Karzai memperingatkan, Sabtu, pasukan harus melakukan semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.
Saat ini terdapat lebih dari 110.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi perlawanan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban yang memerintah Afghanistan sejak 1996 mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001.
Invasi itu dilancarkan AS karena pemerintahan Taliban menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Usamah bin Ladin yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Kekerasan di Afghanistan mencapai puncaknya dalam perang selama lebih dari delapan tahun dengan Taliban.
Perang berkepanjangan itu memperluas konflik dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Tahun 2009 tidak saja merupakan masa paling mematikan bagi prajurit, polisi dan warga sipil Afghanistan namun juga bagi pasukan internasional yang memerangi Taliban. Sebagian besar kekerasan terjadi di provinsi-provinsi selatan seperti Kandahar dan Uruzgan.
Pada Desember 2009, Presiden AS Barack Obama mengumumkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan ke Afghanistan untuk bergabung dengan pasukan AS dan ISAF pimpinan NATO untuk memerangi para pejuang Taliban.
Negara-negara anggota NATO juga mengirim 7.000 prajurit tambahan ke negara itu.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan dalam upaya baru mereka memerangi Taliban.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009. Tahun itu tercatat sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001. Dukungan publik Barat terhadap perang itu pun merosot.
Perlawanan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bom mobil atau rompi peledak untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Menurut sumber militer, bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan.
[an]