View Full Version
Jum'at, 24 Dec 2010

Dua Ranger Militer Thailand Kembali Tewas di Sergap Pejuang Patani

Yala, Thailand (Voa-Islam.com) - Pejuang Islam Patani menembak mati dua ranger paramiliter di wilayah pedalaman Thailand selatan yang bergolak pada hari Kamis (23/12), kata polisi, kekerasan terbaru di kawasan bermasalah yang berbatasan dengan Malaysia.

Serangan itu terjadi ketika Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva mengumumkan rencana untuk memulai pengangkatan secara bertahap sebuah dekrit darurat kontroversial, yang ditempatkan wilayah provinsi Yala, Narathiwat dan Patani selama enam tahun.

Kedua ranger itu, Surapol Phetthae dan Preecha Chanthanet ditembak mati dalam penyergapan oleh pejuang Patani ketika tengah berpatroli di sebuah jalan di distrik Rangae Narathiwat, kata Kolonel Polisi Suchart Acharajindawat.

Lebih dari 4.300 orang telah tewas selama hampir tujuh tahun kerusuhan ketika pejuang bayangan Muslim Melayu berjuang untuk mendapatkan otonomi dari negara Thailand yang didominasi Buddha. Wilayah yang kaya karet tersebut dulunya adalah kesultanan Islam merdeka sebelum dianeksasi oleh kerajaan Buddha Thailand seabad yang lalu.

..Kedua penjaga itu ditembak mati dalam penyergapan oleh pejuang Patani ketika tengah berpatroli di sebuah jalan di Narathiwat..

Lebih dari 80 persen dari penduduk setempat yang berjumlah hampir 2 juta orang adalah Muslim Melayu, yang sebagian besar menentang kehadiran puluhan ribu polisi, tentara dan pasukan paramiliter bersenjata.

Abhisit mengatakan jumlah serangan di daerah itu, yang telah diganggu oleh pemboman dan penembakan, telah mengalami penurunan dan Keputusan darurat bisa diangkat di daerah yang lebih aman, dimulai dengan Mae laen, sebuah distrik di Patani.

"Kami telah melakukan penilaian situasi di daerah tersebut selama beberapa waktu dan tidak ada kekerasan," kata Abhisit wartawan, menambahkan bahwa pihak berwenang akan melaksanakan penilaian yang sama sebelum mengangkat dekrit darurat itu di distrik-distrik lain.

Dekrit darurat, yang melarang pertemuan lebih dari lima orang dan memungkinkan penahanan terhadap tersangka selama 30 hari tanpa persetujuan pengadilan, telah dikritik oleh kelompok hak asasi, yang mengatakan itu digunakan menambah keluhan lama yang memicu konflik. (bp)


latestnews

View Full Version