AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Jaksa Amerika Serikat pada hari Jumat (19/7/2013) mendakwa secara absentia komandan operasi Al-Qaidah Afrika Utara, Mokhtar Belmokhtar dengan berpartisipasi dalam serangan terhadap sebuah pabrik gas Aljazair pada bulan Januari yang menewaskan puluhan pekerja, termasuk tiga orang Amerika.
Mokhtar Belmokhtar didakwa dalam delapan dakwaan antara lain yaitu konspirasi untuk memberikan dukungan material kepada Al-Qiadah, konspirasi penyanderaan, penculikan orang yang dilindungi secara internasional dan bersekongkol untuk menggunakan senjata pemusnah massal.
"Belmokhtar membawa teror dan menumpahkan darah orang-orang tak bersalah dan sekarang kami berniat untuk membawa Belmokhtar ke pengadilan," kata Jaksa AS Preet Manhattan Bharara dalam sebuah pernyataan.
Mokhtar Belmokhtar, seorang Aljazair, hingga kini tetap burin, menurut pernyataan itu. Dia menghadapi hukuman mati, menurut dakwaan.
Pada Januari lali, sekitar 40 pejuang Islam, dipersenjatai dengan AK-47 dan roket peluncur granat, mengepung pabrik Tiguentourine dekat perbatasan Libya, untuk menuntut Prancis menghentikan ofensif terhadap pejuang Islam di negara tetangga Mali.
Aljazair beberapa hari kemudian menanggapi penyanderaan itu dengan operasi militer untuk mengakhiri krisis selanjutnya, menurut keluhan dan laporan berita.
Lebih dari 60 orang tewas, sebagian besar dari mereka adalah sandera asing. Pekerja dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jepang, Rumania, Norwegia dan Filipina juga tewas.
Belmokhtar dikaitkan dengan Al-Qaidah di Maghreb Islam, atau AQIM, Al-Mulathamin Brigade dan Batalion" penandatangan dalam Darah," ia bantu ciptakan pada akhir 2012 untuk melawan pengaruh Barat di Aljazair dan di tempat lain, menurut dakwaan.
Dia juga dituduh menculik dua diplomat Barat yang bekerja pada misi PBB di Niger pada akhir 2008, menurut pengaduan. Dia dan rekan-rekanya menahan mereka selama empat bulan di padang gurun dan membebaskan mereka di Mali pada bulan April 2009.
Departemen Keuagan AS telah menunjuk Belmokhtar sebagai teroris asing pada tahun 2003. (st/Reuters)