Catatan Perlanan Road For Peace (Bagian VII)
Ketika ditanya, apa harapan orang muda terhadap masa depan Pattani? Sebagian besar mereka tetap dalam pendiriannya, mengikuti generasi sebelumnya, yakni ingin Pattani Merdeka, bukan otonomi khusus. Namun sebagian NGO di Pattani, berharap ada kedamaian dan penyelesaian keamanan di negerinya.
“NGO ikut membantu aspirasi rakyat. Yang jelas, sebagian besar rakyat Pattani ingin merdeka. Aspirasi itu bukan hal yang baru, tapi sudah ratusan tahun yang lalu,” kata Chooya yang pernah ditikam delapan tusukan pemuda Thai di Bangkok saat menyelidiki terbunuhnya Imam Ja’far, seorang guru agama berpengaruh di Pattani.
Dikabarkan, saat ini pejuang Pattani masih melakukan perang gerilya, namun gerilya yang dilakukan tidak lagi di bukit-bukit, tapi sudah di kampung-kampung bahkan kota.
Kondisi tidak aman ini di Pattani, seperti dikatakan NGO Kemanusiaan setempat, terkesan direkayasa oleh pemerintah Thai sendiri. Pihak Kerajaan menyediakan anggaran yang besar agar Pattani terus merus dalam keadaan tidak aman. Tidak main-main, budjet yang disediakan mencapai 200.000 juta bath atau 20 juta ringgit. Pihak kerajaan Thai lah yang membuat bom dan memprovokasi muslim Pattani, tujuannya tak lain agar menarik dana yang besar itu dari pihak kerajaan. “Kalau tidak ada peristiwa ataupun insiden, maka dana tidak akan turun,” ungkap Chooya.
Kini teror dan penembakan tidak hanya terjadi di waktu Subuh, tapi setiap saat, bisa pagi, siang, petang hingga malam hari. NGO kemanusiaan Pattani mencatat, sudah 5.600 orang yang tewas dalam konflik di Pattani. 70 % ada dipihak Thai, sedangkan 30% di pihak Muslim Pattani.
Ulama dan guru Tadika (sejenis madrasah) telah dijadikan target pembunuhan oleh pihak tentara Thai. Boleh jadi tentara Thai mengira, banyak ulama yang memberi semangat bagi pejuang Pattani untuk merebut kemerdekaan. Itulah sebabnya, banyak ulama dan guru madrasah yang syahid ditembak tentara Thai yang ganas.
Gencatan senjata selama 40 hari betul-betul tidak berlaku. Setiap hari tetap saja selalu ada yang tertembak, bukan hanya orang kampung bisa, tapi juga guru madrasah.
“Selama Ramadhan, data yang kami terima, sudah ada 5 orang yang syahid ditembak di Yala dan di Pattani, termasuk suami istri yang dibunuh. Ramadhan atau bukan ramadhan sama saja, tetap saja ada pembunuhan,” ungkap Nurhayatee Hussen atau yang akrab disapa Tee, aktivis HAM di Yala tegar. [desastian]