View Full Version
Ahad, 30 Sep 2018

Jaish Al-Izza Tolak Kesepakatan Zona Demiliterisasi di Idlib yang Disponsori Turki-Rusia

IDLIB, SURIAH (voa-islam.com) - Kelompok pejuang oposisi Suriah yang sebelumnya didukung AS menolak kesepakatan antara Rusia dan Turki yang diklaim untuk mencegah serangan militer besar-besaran terhadap provinsi Idlib yang dikuasai oposisi, menurut laporan, Sabtu 29/9/2018).

Faksi Jaysh al-Izza menolak kesepakatan yang dicapai pada 17 September yang membuka jalan bagi zona demiliterisasi antara wilayah oposisi dan daerah yang dikuasai rezim di dan sekitar gubernuran barat laut, benteng oposisi Suriah terakhir.

Di bawah kesepakatan tersebut faksi-faksi jihad akan menarik persenjataan berat mereka dari zona penyangga.

Pejuang opoisi Pro-Turki telah dengan hati-hati menerima kesepakatan itu, Jaysh al-Izza mengatakan zona yang akan dibentuk pada 15 Oktober hanya akan mencakup wilayah yang saat ini berada di bawah kontrol pejuan oposisi.

Dikatakan bahwa zona penyangga harus diukir sama dari kedua wilayah yang dikuasai oposisi dan zona di dekatnya yang dikendalikan oleh pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad.

"Kami menentang kesepakatan ini, yang memakan ke daerah-daerah yang dibebaskan (yang dikuasai oposisi dan menjamin Bashar al-Assad," kata kepala Jaysh al-Izza Jamil al-Saleh kepada AFP.

Kelompok tersebut, yang menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia memiliki sekitar 2.500 pejuang, terutama aktif di utara provinsi Hama, berbatasan dengan Idlib.

Kelompok itu sudah dekat dengan Ankara tetapi hubungan mereka mendingin setelah menolak bergabung dengan aliansi yang didukung Turki, Front Pembebasan Nasional .

Pada tanggal 23 September, NLF menerima kesepakatan demiliterisasi tetapi mengatakan tetap waspada.

Sebuah kelompok kecil yang terkait Al-Qaidah, Hurras al-Diin, juga menolak kesepakatan yang dicapai di resor Sochi Rusia.

Kekuatan dominan di wilayah yang berbatasan dengan Turki, aliansi Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), pada hari Sabtu masih belum ditanggapi.

Awal bulan ini, Turki mengatakan pihaknya ingin memperluas kehadirannya di Suriah dengan mendirikan "zona aman" di timur sungai Eufrat.

Negara ini telah membentuk zona aman di kota Afrin di utara, di mana pasukannya merebut kontrol militer dari pasukan YPG Kurdi. Sejak itu Turki telah menyiapkan sistem pemerintahan lokal di lahan yang berada di bawah kontrolnya dan dilindungi oleh pasukan Turki.

YPG, yang Ankara anggap sebagai organisasi teroris, juga mengontrol wilayah Suriah di sebelah timur Sungai Efrat.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan rencana untuk "meningkatkan jumlah zona aman di Suriah, meliputi bagian timur Sungai Eufrat," katanya dalam pidato selama kunjungan ke New York, tempat para pemimpin dunia berkumpul untuk Majelis Umum PBB.

Namun menteri luar negeri Suriah mengecam pasukan AS, Prancis, dan Turki yang beroperasi di negaranya sebagai "pasukan pendudukan" dan menuntut agar mereka segera pergi.

Mengatasi Majelis Umum PBB, Menteri Luar Negeri Walid al-Moualem, yang juga merupakan wakil perdana menteri Suriah, juga meminta pengungsi Suriah untuk pulang, meskipun perang negara itu sekarang sudah memasuki tahun kedelapan.

Moualem mengklaim pasukan asing berada di tanah Suriah secara ilegal, dengan dalih memerangi terorisme, dan "akan ditangani sesuai dengan itu."

"Mereka harus segera mundur dan tanpa syarat apa pun," katanya kepada majelis. (st/TNA)


latestnews

View Full Version