KABUL, AFGHANISTAN (voa-islam.com) - Taliban hari Kamis (27/12/2018) memperingatkan Amerika Serikat bahwa mereka akan menghadapi nasib yang sama dengan Uni Soviet pada 1980-an jika tidak meninggalkan Afghanistan, ketika Washington mempertimbangkan pemotongan jumlah pasukan.
Dalam sebuah pesan mengejek yang dikirim pada peringatan 39 tahun invasi Soviet ke negara yang dilanda perang tersebut, Taliban mengatakan pasukan AS menghadapi "penghinaan" dan bisa "belajar banyak" dari pengalaman musuh Perang Dingin mereka.
Soviet menarik diri dari Afghanistan pada tahun 1989, mengakhiri pendudukan selama satu dekade dan memicu perang saudara berdarah dan munculnya Taliban.
"Waspadalah dari kekalahan Soviet di Afghanistan dan tinggalkan pikiran untuk menguji keberanian orang-orang Afghanistan yang sudah terbukti," kata jurubicara Taliban Zabiullah Mujahid dalam sebuah pernyataan dalam bahasa Inggris, Dari dan Pashto.
Mujahid mengatakan setiap hubungan di masa depan antara Taliban dan Amerika Serikat harus didasarkan pada "prinsip-prinsip diplomatik dan ekonomi" dan bukan konflik.
Taliban belum secara resmi menanggapi berita bahwa Trump telah memutuskan untuk menarik sekitar setengah dari 14.000 tentara AS di Afghanistan.
Tetapi seorang komandan senior mengatakan kepada AFP bahwa kelompok itu "lebih dari bahagia". Taliban telah lama bersikeras penarikan pasukan asing sebagai syarat untuk terlibat dalam pembicaraan damai.
Gedung Putih sejauh ini belum mengkonfirmasi langkah yang dipublikasikan secara luas yang membuat para diplomat asing dan pejabat Afghanistan di Kabul tertegun dan kecewa.
Keputusan itu datang pekan lalu ketika utusan perdamaian AS Zalmay Khalilzad bertemu dengan Taliban di Abu Dhabi, bagian dari upaya untuk membawa para jihadis ke meja perundingan dengan Kabul.
Itu adalah yang terbaru dari serangkaian pertemuan antara pejabat AS dan perwakilan Talian yang dimulai pada musim panas.
Ada kekhawatiran keputusan Trump dapat merusak posisi negosiasi Khalilzad, memberanikan Taliban, dan semakin mengikis moral di antara pasukan Afghanistan, yang menderita rekor kerugian. (st/AFPP)