View Full Version
Jum'at, 17 Mar 2017

Larang Tahanan Shalat, Kapolres Jakarta Barat Dilaporkan ACTA ke Komnas HAM

 

JAKARTA (voa-islam.com)--Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait larangan shalat menggunakan sarung dan celana panjang serta penggundulan kepada kliennya, Rubby Peggy Prima di tahanan Polres Jakarta Barat.

"Kami membuat aduan ke Komnas HAM mengenai dugaan pelanggaran HAM di Polres dalam kasus dugaan pengeroyokan Tambora yang ditangani  Polres Jakarta Barat," kata Wakil Ketua ACTA, Ali Lubis di Kantor Komnas HAM, Jl. Latuharhari no. 4b, Jakpus, Jumat (17/3/2017).

Dalam kasus dugaan Pengeroyokan di Tambora Jakarta Barat, Rubby Peggy Prima ditangkap dan ditahan Polres Polres Jakarta Barat dengan tuduhan  terlibat pengeroyokan pendukung Ahok (Ahoker).

Pihak keluarga sendiri dengan tegas membantah jika Rubby melakukan pemukulan, justru Rubbby hanya melerai keributan yang terjadi akibat ulah seorang pemuda yang bertindak sangat tidak sopan terhadap Ibu Hajjah Zaenab.

"Klien kami tidak boleh shalat dengan sarung atau celana panjang, kepala dibotaki, dan tidak boleh ditemui pada hari pertama. Ini kekerasan psikologis mengarha pada pelanggaran HAM. Padahal pasal yang disangkakan hanya pengeroyokan, yang bisa dibezuk setelah 5 menit bukan kasus terorisme," jelas Ali.

Menurut ACTA, Rubby hanya korban dari tuduhan mengeroyok. Sejatinya, dia hanya melerai teman-temannya yang mengeroyok pemuda bernama Iwan karena dianggap tidak sopan berteriak "Hidup Ahok" di depan telinga ibu Zaenab sambil mabuk. 

Kemudian, alasan polisi melarang tersangka ditemui keluarga juga dianggap tidak jelas, polisi hanya berdalih sebagai kewenangan petugas. 

"Mereka juga memberi alasan, tidak ada petugas yang berwenang mengizinkan bezukan pada saat itu," terang Ali.

Senada dengan Ali, anggota ACTA, Irfan Pulungan menjelaskan bahwa pada saat membezuk ke Polres Jakarta Barat. Di sana secara umum tahanan sholat hanya menggunakan celana pendek.

Khusus masalah celana pendek, ACTA mengaku sudah protes langsung ke hadapan penyidik. Namun, penyidik beralasan sudah menjadi prosedur tetap mereka untuk menghindari tahanan bunuh diri menggunakan sarung.

"Saat keluarga berkunjung dan hendak memberi sarung, Rubby tidak boleh menerima dengan dalih menghindari aksi bunuh diri," ucap Irfan.

Ali Lubis menegaskan bahwa kedatangan ACTA ke Komnas HAM untuk mempersoalkan dugaan pelanggaran HAM atas kliennya, Rubby saat berada di tahanan bukan mempersoalkan penangkapannya.

"Poin kami ke Komnas HAM, kami melaporkan pelanggaran HAM terkait larangan shalat dengan sarung dan celana panjangnya, bukan penangkapan dan penahanannya," katanya.

Ali menambahkan bahwa kedatangan ACTA ke Komnas HAM adalah bentuk protes yang akan diajukan ke Polres Jakarta Barat, dengan meminta rekomendasi dan teguran dari Komnas HAM.

"Kita meminta komnas HAM agar mengeluarkan rekomendasi agar Polisi bertindak dalam koridor peraturan dan perundang-undangan,"pungkas Ali.

Terkait kasus hukum Rubby, Ali mengaku pihak ACTA masih berkoordinasi dengan keluarga kliennya, apakah akan melaporkan balik lawan hukumnya. 

Selain kasus Rubby, ACTA juga melaporkan potensi pelanggara HAM dalam kasus penasangan spanduk syiar Islam di masjid Al-Ij'tihad di Tomang, Jakarta Barat.

Proses pengaduan ACTA di Komnas Ham diterima dan dilayani oleh Biro Pengaduan Komnas HAM, Rima Purnama Salim. Saat pengaduan, ACTA diminta memberikan sejumlah dokumen materi yang dilaporkan. Komnas HAM mengaku akan segera menindaklanjuti pengaduan ACTA.

"Kita akan melakukan proses sesuai kewenangan Komnas HAM," kata Rima. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version