View Full Version
Kamis, 31 Mar 2011

Kajian Al Quran Yayasan Al Washiyyah: Ibroh dari Ngambeknya Nabi Yunus

Jakarta (voa-islam) - Dalam Kajian Al Qur’an Komprehensif ke 42 yang diadakan oleh Yayasan Al Washiyyah di Jakarta, kali ini membahas QS. Yunus. Sebagai pembahas dalam pengajian itu, hadir KH. Ali Yafie (mantan Ketua Umum MUI), KH. Moehammad Zain (Ketua Yayasan Al Hanief Moeliza), dan KH. Muhammad Hidayat (Ketua Umum Yayasan Al Washiyyah).

Seperti dikisahkan dalam Al Qur’an, “ngambek”nya Nabi Yunus as terhadap kaumnya adalah potret pendakwah yang frustasi dengan keadaan umatnya yang tidak juga beriman. Kejengkelan Nabi Yunus as terhadap kaumnya yang ingkar, menyebabkan ia meninggalkan kaumnya. Ia berjalan menuju pantai di Yafa (Palestina). Ketika ia berlayar, meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, Allah menjungkirbalikkan perahu Nabi Yunus, lalu terlempar ke laut, hingga ia ditelan oleh ikan Nun (sejenis ikan Paus).

Selama berada di dalam perut ikan Paus itulah Nabi Yunus banyak bertahlil dan bertasbih serta menyesali sikapnya meninggalkan kaumnya. Laa ilaaha illa anta. Subhaanaka inni kuntum minadzdzalimin (Tiada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, sungguh aku tergolong orang-orang yang dzalim/teraniaya). Tahlil dan tasbih itulah yang terucap dari Nabi Yunus dalam keadaan gelap. Lalu Allah pun mengeluarkan Yunus as dari perut ikan yang berukuran besar itu, kemudian kembali pada kaumnya.

Berkat tahlil dan tasbih Nabi Yunus selama ditelan ikan paus, ditambah taubat kaumnya, maka satu-satunya negeri dan kaum terselamatkan dari adzab Allah Swt adalah kaumnya Nabi Yunus as.  ”Allah Swt pun membatalkan adzab yang akan diturunkan kepada umatnya Nabi Yunus,” kata KH. Moehammad Zein menjelaskan.

Memang betul, seseorang tidak akan beriman, kecuali atas izin Allah. Namun manusia diberi akal dan hati oleh Allah untuk berpikir dan menimbang-nimbang baik-buruk dan benar-salah. Jadi jangan hanya mengatakan, kan sudah ditakdirkan oleh Allah untuk beriman atau tidak. Yang jelas, manusia tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.

”Beriman atau tidaknya seseorang adalah semata-mata tergantung kehendak Allah Swt. Namun manusia diberi Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Allah Swt dengan tidak memaksa manusia untuk memilih agamanya. Ketika manusia beragama, maka kewajibannya adalah beribadah kepada Allah Swt. Dan puncaknya adalah ma’rifatullah,” urai KH. Moehammad Zein.

Ibrah buat Pendakwah

Sementara itu KH. Muhammad Hidayat menerangkan, ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah Nabi Yunus, terutama untuk para pendakwah. Itu artinya, dakwah tidak akan pernah berhenti, walaupun manusia tidak mau beriman. Kalau Allah menghendaki, bisa saja seluruh penghuni bumi ini menjadi beriman, tapi Allah ingin menguji manusia.

”Ketika Nabi Muhammad bersedih hati atas kaumnya yang ingkar, maka turunlah ayat untuk menghibur hati nabi yang sedih. Sebagai pelajaran (ibrah) bagi para da’i, bahwa dalam berdakwah harus tetap istiqomah. Seorang da’i tidak boleh berduka, apalagi ngambek ketika umatnya belum juga bertaubat. Hidayah itu hanya milik Allah, tugas para pendakwah hanyalah menyampaikan saja.

Lebih jauh, KH. Ali Yafie yang juga penasihat Yayasan Al Washiyyah menjelaskan, jika seorang hamba ingin dekat dengan Allah, maka akrab lah dengan Al Qur’an. Akrab dengan Allah tidak mungkin secara fisik, tapi mencontoh sifat-sifat Allah.

”Al Qur’an itu diturunkan untuk membina iman dan akhlak manusia. Karena itu ditopang dengan dua metode, yakni menjelaskan sejarah penting kisah para anbiya (nabi). Disini, kita belajar dari sejarah, bukan menghafal sejarah. Lewat Al Qur’an pula, manusia mempelajari perilaku alam, dimana manusia diberi nalar untuk memberdayakan akal fikiran.

Kata KH Ali Yafie, Nabi Yunus itu tidak dimakan Ikan Paus, melainkan ditelan. ”Inilah kapal selam pertama, ketika Nabi Yunus berada dalam  perut ikan Paus di dasar lautan,’ tukasnya guyon. ● Desastian


latestnews

View Full Version