View Full Version
Sabtu, 20 Aug 2011

Al Washiyyah Gelar Takjil dan Kaji Huruf Muqathaah

Jakarta (voa-islam) – Yayasan Al-Wasyiyyah kembali menggelar Kajian Al-Qur’an Komprehensif ke-44 dengan pemateri KH. Ali Yafie, KH. Drs. Muhammad Hidayat, MBA, MH, KH. Moehamad Zain dan Ustadz Alfian Lc. Hadir dalam taklim tersebut Habib Hud dan para jurnalis Muslim. Kajian kali ini disertai dengan kegiatan buka bersama (takjil).

Dalam Kajian Al-Qur’an Komprehensif tersebut, dibahas Tahsinul Qiro’ah dan Ilmu Tajwid, khususnya mengkaji huruf Muqatha’ah atau fawatihus suwar. Huruf Muqatha’ah adalah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al-Qur’an, seperti: Alif Laam Miim, Alif Laam Raa, Alif Laam Miim Shaad dan sebagainya.

Diantara ahli-ahli tafsir, ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah, karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, tapi ada pula yang menafsirkannya. Adapun golongan yang menafsirkan, ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar, supaya memperhatikan Al-Qur’an.

“Juga untuk mengisyaratkan, bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya Al Qur’an diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad Saw, lalu Allah menyindir, agar mereka buat semaca, Al Qur’an itu,” kata Ketua Umum Yayasan Al-Washiyyah, KH. Muhammad Hidayat menjelaskan.

Dalam kajian tersebut, KH. Ali Yafie juga menjelaskan tentang Atlas Al Qur’an. Menurutnya, huruf Muqatha’ah kebanyakan adalah ayat-ayat Al Makkiyah. Setidaknya, ada 21 pendapat ulama yang menjelaskan dan menafsirkan soal  huruf Muqatha’ah. Diantaranya Imam At-Thabari.

KH. Moehamad Zain dalam tausyiahnya mengajak para jamaah agar tidak berashobiyah (berbangga) dengan kelompoknya sendiri, apalagi suka membid’ah-bid’ahkan ibadah umat Islam. Ia melihat ada upaya untuk memecah-belah umat. Karena itu, diharapkan ukhuwah Islamiyah tetap terjaga.

Menyinggung soal zakat, KH. Muhammad Hidayat menegaskan, yang lebih afdhol adalah memberi zakat secara langsung kepada mustahik, terutama kepada mereka yang tidak meminta. Hendaknya pula, saat menyalurkan zakat, tidak dilakukan dengan cara-cara yang tidak elegan, seperti membiarkan antrian panjang, sehingga menyebabkan para mustahik terinjak-injak dan terancam jiwanya.

”Penyaluran zakat seyogianya tidak membuat mustahiq menjadi terhina. Mereka berjam-jam menunggu, berkeringat untuk mengambil haknya. Itu bukan meminta tapi mengambil haknya. Kita berharap para muzakki memberikan zakatnya dengan elegen, dengan akhlak, dan prinsip-prinsip ukhuwah yang benar,” tandas Hidayat mengimbau. (Desastian)

 


latestnews

View Full Version