View Full Version
Selasa, 01 Dec 2009

AS Masih Operasikan 'Penjara Hitam' Rahasia

Amerika Serikat - Sebuah kamp tahanan militer Amerika Serikat di Afghanistan masih menahan para narapidananya, kadang berminggu-minggu pada satu waktu dan tanpa akses bagi Komite Palang Merah Internasional, menurut peneliti hak asasi manusiia dan mantan tahanan yang di penjara di Pangkalan Udara Bagram.

Tempat tersebut dikenal tahanan sebagai penjara hitam, terdiri dari sel tanpa jendela, masing-masing di terangi oleh lampu pijar yang menyala selama 24 jam sehari. Para tahanan mengatakan satu-satunya kontak manusia adalah pada saat interogasi yang terjadi dua kali dalam sehari.

Penjara hitam merupakan tempat paling berbahaya dan sangat menakutkan

"Penjara hitam merupakan tempat paling berbahaya dan sangat menakutkan," kata Hamidullah, seorang pedagang suku cadang di Kandahar yang ditahan disana pada bulan Juni. "Mereka tidak membiarkan pejabat Palang Mereh atau orang sipil lainya melihat atau melakukan komunikasi dengan orang-orang yang mereka tahan disana." Karena itu saya tidak tahu waktu saat itu, saya tidak tahu kapan waktu shalat.

Penjara tersebut menyoroti sebuah ketegangan antara tujuan Presiden Obama untuk memperbaiki kondisi para tahanan yang telah mendatangkan kecaman dibawah pemerintahan Bush dan menyatakan keinginannya untuk memberikan kelonggaran waktu para komandan militer untuk pengoperasian. Sementara Obama pada bulan Januari menandatangani sebuah perintah untuk menghilangkan apa yang disebut tempat hitam yang di jalankan oleh CIA, yang perintah itu tidak berlaku bagi penjara ini, yang di jalankan oleh pasukan operasi khusus.

Tidak seorangpun dari ketiga tahanan di tanya oleh the Iimes mengatakan mereka telah di siksa, walaupun mereka mendengar suara penyiksaan terjadi. Dua orang remaja Afghanisatan, bagaimanaupun, mengatakan pada the Washington Post bahwa mereka  mengalami pemukulan dan penghinaan oleh penjaga-penjaga Amerika.

Juru bicara Departemen Pertahanan, Bryan Whitman mengatakan pihak militer tengah  menyelidiki laporan the Washington Post tersebut.


latestnews

View Full Version