View Full Version
Senin, 18 May 2020

Stupid, Covid, Whatever

 

Oleh:

Chusnatul Jannah

Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

 

BELAKANGAN jagat maya diramaikan dengan tagar #IndonesiaTerserah. Hal itu dipicu oleh pelonggaran dan pengabaian masyarakat terhadap sebaran covid-19. Kejadian di Mcd Sarinah dan Bandara Soekarno-Hatta. Bagaimana Hatta membuat kita geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, di saat PSBB tengah berlaku, masyarakat malah ramai-ramai mendatangi lokasi penutupan Mcd Sarinah. 

Ketika physical distancing tetap digalakkan, pemerintah malah melakukan pelonggaran dengan membuka kembali akses bandara. Alhasil, kerumunan massa di Bandara Soetta tak terhindarkan. Tagar #IndonesiaTerserah mengindikasikan beberapa hal: 

Pertama, rasa keputusasaan. Sejatinya kata ‘IndonesiaTerserah’ adalah kata sindiran untuk pemerintah. Masyarakat diminta patuhi protokol covid, akan tetapi tidak nampak keseriusan pemerintah dalam mengurangi kasus positif corona di Indonesia. Kebijakan yang membingungkan, berubah-ubah, dan banyaknya pelonggaran. Seperti larangan mudik diganti dengan himbauan agar tidak mudik. Melarang mudik tapi moda transportasi kembali diaktifkan. 

Bagi dokter dan tenaga kesehatan, berbagai kelonggaran aturan yang semula ketat menunjukkan ketidaktegasan pemerintah mencegah penyebaran wabah corona. Bagi kalangan pelaku ekonomi, kebijakan pemerintah bagai angin segar di tengah mandeknya ekonomi akibat covid. Dilematis. 

Kedua, sikap pasrah dan gejala menyerah. Hal ini dialami tenaga kesehatan. Merekalah garda terdepan melawan covid-19. Merelakan diri demi menyelamatkan para pasien positif. Sumpah profesi mengharuskan mereka mengikhlaskan kepentingan pribadi demi kemaslahatan yang lebih besar. Mereka juga ynag paling berisiko tertular covid. Namun, hal ini dilakukan demi panggilan hati dan kewajiban profesi. 

Tidak berjumpa keluarga, jauh dari rumah, bahkan harus menerima perlakuan tak manusiawi dari masyarakat. Seperti yang dialami beberapa tenaga medis, yaitu terusir dari kontrakan atau kos, penolakan jenazah, dan sebagainya. Dengan pelonggaran kebijakan terhadap kasus covid-19, pengorbanan para tenaga kesehatan ini seperti tidak berharga. Sudahlah berkorban, masyarakat tak patuhi aturan, dan pemerintah plin plan. 

Ketiga, abainya masyarakat. Per 17 Mei 2020, kasus corona di Indonesia sudah mencapai 17.520 kasus positif. PSBB dinilai kurang efektif menurunkan kurva positif corona. Bukannya melandai, kurvanya justru makin naik. Tanpa dukungan dari semua pihak, upaya mencegah penyebaran corona menjadi sia-sia dan buang tenaga. Meski sudah dilakukan berbagai upaya, kesadaran masyarakat terhadap bahaya covid-19 terbilang minim. Di sudut-sudut kota tempat saya tinggal, corona tak berpengaruh pada aktifitas masyarakat. Orang-orang masih ramai berjualan menu takjil dan berbuka. Berdesak-desakan dan berkerumun. Jaga jarak fisik bablas. Jangankan jaga jarak, memakai masker saja ogah. Ada peremehan terhadap bahaya covid-19. 

Saya pun merenung, sejauh mana edukasi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat. Sudahkah dipastikan informasi mengenai covid-19 tersampaikan dari tingkat RT/RW, kelurahan, hingga kecamatan? Kesadaran individu adalah yang utama. Edukasi sebagus apapun, bila masyarakatnya apatis, ya percuma. 

Masyarakat sendiri saat ditanya juga memiliki alasan kuat. Cari nafkah. Ya, itulah alasan utama mereka nekat jualan, bersentuhan dengan banyak orang. Bansos yang tak tepat sasaran membuat masyarakat tak bisa bergantung dengan bantuan pemerintah. Ujung-ujungnya, masyarakat harus berjibaku sendiri memenuhi kebutuhan hidup selama masa pandemik.

Seyogyanya, pemerintah segera evaluasi PSBB dan kebijakan yang kontradiksi dengan protokol covid-19. Sebelum kurva corona landai dan menurun, jangan beri pelonggaran. Sengkarut bantuan sosial juga harus segera diselesaikan. Karena corona menyangkut nyawa. Harusnya tak main-main dengan harga nyawa manusia. Kehilangan ekonomi masih bisa diperbaiki. Tapi kehilangan nyawa manusia tak bisa kembali. 

Janganlah bertindak 'stupid' dengan alasan pemulihan ekonomi. Covid masih menghantui negeri. Sampai kasus ini bersih dari kasus positif, tak boleh kendor dan lengah. Kecuali, kita semua berkata 'whatever or up to you'. Jangan berharap covid-19 berakhir lebih cepat. Tetap stay at home, patuhi protokol covid-19, dan mari kencangkan doa agar wabah ini segera pergi dari bumi Indonesia.*


latestnews

View Full Version