JAKARTA (voa-islam.com)--Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mendorong Pemerintah Indonesia menyampaikan surat keberatan kepada Pemerintah Arab Saudi. Surat tersebut sebagai bentuk protes dan kekecewaan Pemerintah Indonesia atas keputusan Arab Saudi yang secara sepihak menetapkan harga paket Masyair pada penyelenggaraan ibadah haji 1443H/2022M di luar kontrak yang sudah diteken. Apalagi, penetapan tersebut diumumkan jelang keberangkatan jemaah.
“Kami berharap pemerintah bisa menyampaikan rasa keberatannya secara resmi merespons kebijakan Saudi yang menetapkan harga paket Masyair dengan angka yang kami nilai tidak wajar. Apalagi, angka-angka ini muncul setelah tandatangan kontrak selesai dilakukan. Penyampaian surat keberatan tersebut semata-mata untuk menunjukan sikap tegas pemerintah membela jemaah hajinya sekaligus peringatan terhadap Arab Saudi agar di masa mendatang berkomitmen untuk menepati kesepakatan yang telah disetujui bersama,” kata Bukhori di Jakarta, Rabu (1/6/2022).
Politisi PKS ini meminta Arab Saudi menunjukan sikap penghormatan terhadap negara-negara yang konsisten membantunya dalam menyukseskan penyelenggaran ibadah haji. Dia juga berharap Arab Saudi dapat menjaga pandangan positif negara-negara lain, khususnya penyumbang jemaah haji terbesar, agar tetap merasa nyaman dalam menjalin hubungan kerja sama dengannya.
“Pemerintah Indonesia dapat mengajak negara lain untuk menyampaikan rasa keberatannya secara kolektif mengingat kebijakan paket Masyair juga berlaku bagi negara lain. Minimal tiga negara sehingga pesan tersebut dapat direspons secara memadai,” ucapnya.
Legislator Dapil Jawa Tengah 1 ini mengungkapkan, dampak dari keputusan sepihak Arab Saudi itu selain menimbulkan kerisauan jemaah, juga berpengaruh terhadap sistem penyelenggaran haji di Indonesia.
“Dengan adanya model paket (masyair) ini jelas mengguncang sistem dan keberlanjutan pembiayaan haji kita. Kecuali BPKH dapat melakukan usaha-usaha tertentu yang sifatnya extraordinary untuk memperkuat pembiayaan haji yang berkelanjutan,” katanya.
Bukhori beralasan, paket masyair senilai Rp21 juta per jemaah yang pada akhirnya dibebankan pada nilai manfaat dan dana efisiensi membuat proporsi antara distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah haji yang akan berangkat tahun ini dengan biaya yang sudah mereka setorkan menjadi sangat timpang sehingga berbahaya bagi keberlanjutan pembiayaan haji.
“Secara proporsi sangat berat jika model pembiayaan seperti ini dipertahankan karena akan mengancam keberlanjutan pembiayaan haji untuk 30 tahun mendatang,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama telah menyepakati besaran rata-rata BPIH 1443H/2022M per jemaah untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 81,7 juta yang terdiri dari Bipih per jemaah sebesar Rp39,8 juta dan biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji per jemaah sebesar Rp41 juta.*[Ril/voa-islam.com]